Menyoal Gerakan Ekstra Parlementer


Salah satu kritikan yang sering dilontarkan kepada Hizbut Tahrir adalah tentang langkah perjuangannya yang bercorak ekstraparlementer. Hizbut Tahrir adalah  partai politik yang bertujuan untuk melanjutkan kehidupan Islam dengan menegakkan Daulah Khilafah Islamiyah. Dalam langkah perjuangannya, Hizbut Tahrir dengan tegas menolak bergabung dalam sistem demokrasi dengan perjuangan lewat parlemen.

Namun di sisi lain, Hizbut Tahrir datang ke Parlemen (DPR/MPR RI) menuntut para wakil rakyat untuk menerapkan syariat Islam secara menyeluruh dan total. Beberapa pihak mengatakan, bahwa tindakah seperti ini adalah irasional alias tidak nyambung; anti parlemen tetapi menuntut anggota parlemen untuk menegakkan syariat Islam.

Jika kita telaah, pemahaman umat Islam tentang bagaimana menegakkan syariat Islam lewat perjuangan ekstraparlemen sebetulnya masih kabur. Logika perjuangan via parlemen sepertinya lebih mudah dicerna dibandingkan dengan perjuangan ekstraparlemen: mendirikan parpol, ikut dalam pemilu, berkampanye, memenangkan suara, duduk di parlemen dengan suara mayoritas (minimal 50 persen plus 1), lalu mengubah hukum menjadi syariat Islam.
Tulisan ini dimaksudkan untuk menjelaskan beberapa  pertanyaan yang berkaitan dengan masalah di atas: (1) Mengapa Hizbut Tahrir datang ke DPR/MPR padahal sejak awal telah mengharamkan perjuangan lewat demokrasi? (2) Bagaimana sesungguhnya gambaran hakiki perjuangan ekstraparlementer itu?

Mengikuti Sunnah Rasulullah saw.


Perjuangan dakwah Hizbut Tahrir selama ini adalah semata-mata  mengikuti Sunnah Rasulullah. Dakwah merupakan aktivitas manusia, sementara dalam Islam seluruh perbuatan manusia terikat dengan hukum syariat. Syariatlah yang menjadi standar  atau ukuran benar dan salah.
Dalam perspektif syariat, bergabung dalam parlemen jelas merupakan tindakan yang diharamkan oleh Allah Swt. Pasalnya, aktivitas di parlemen didasarkan pada asas demokrasi yang menyerahkan kedaulatan di tangan manusia (rakyat). Dalam sistem demokrasi, baik-buruk atau benar-salah semata-mata  ditentukan oleh manusia dengan cara mengambil suara mayoritas anggota parlemen. Ini berbeda dengan Islam yang menempatkan kedaulatan di tangan Allah Swt. Koneskuensinya, menentukan baik-buruk atau benar-salah adalah hak Allah. Karena itu, aktivitas menjadi anggota parlemen bertentangan dengan hukum syariat dan diharamkan oleh Allah Swt.

Pertanyaannya, mengapa Hizbut Tahrir datang ke DPR/MPR untuk menuntut penerapan syariah Islam? Alasannya, Hizbut Tahrir berusaha untuk mengikuti Sunnah Rasul dalam berdakwah. Sebagaimana diketahui, dalam perjuangan dakwahnya, meskipun Rasulullah jelas-jelas menentang sistem jahiliah  yang kufur pada waktu itu, beliau tetap saja berdakwah, menyampaikan Islam, sekaligus mengajak orang-orang kafir untuk masuk Islam dan menerapkan Islam. Bahkan  aktivitas tersebut merupakan aktivitas pokok dari dakwah Rasulullah saw. Rasulullah berdakwah kepada Abu Jahal dan Abu Lahab, padahal mereka jelas-jelas gembong kekufuran. Artinya, orang kafir saja didakwahi oleh Rasulullah, apalagi lagi orang-orang Muslim yang mayoritas duduk di Parlemen sekarang ini.
Rasulullah saw. dan para sahabat secara terbuka menyampaikan dakwah Islam, kepada siapa saja, termasuk tokoh-tokoh kafir Quraisy, terutama setelah turun firman Allah Swt. berikut:

Sampaikanlah (dakwah) olehmu secara terang-terangan. (QS al-Hijr [15]: 94).

Rasulullah saw. bersama para sahabat   menuju ke Ka’bah dengan formasi yang belum pernah dikenal oleh orang Arab sebelumnya.  Mereka berbaris dalam dua barisan yang dikepalai oleh ‘Umar bin al-Khaththab dan Hamzah bin ‘Abdul Muthalib.  Mereka bertawaf mengelilingi Ka’bah (Lihat: an-Nabhani, Ad-Dawlah al-Islâmiyyah, hlm. 15)  Setelah itu, Abu Bakar ash-Shiddiq berpidato. Saat itu pulalah orang-orang kafir Quraisy bereaksi keras dan melakukan tindakan kekerasan terhadap dakwah yang dilakukan oleh Nabi dan para sahabat secara damai. Abu Bakar, yang menjadi juru bicara sekaligus berpidato saat itu, langsung dipukuli sampai babak-belur. Abu Bakar r.a. kemudian diungsikan oleh keluarganya. Setelah kembali, keluarga Abu Bakar mengatakan bahwa seandainya Abu Bakar mendapat kecelakaan (meninggal,) mereka akan membunuh ‘Utbah bin Rabi’ah yang telah menyakiti Abu Bakar r.a. (Lihat: Ibn Katsir, al-Bidâyah wa an-Nihâyah, juz 2, hlm. 369).

Rasulullah saw. selanjutnya mengontak para pemimpin Qabilah di sekitar Makkah sembari mengajak mereka masuk Islam,  melindungi beliau dan melindungi dakwah Islam, serta siap menanggung risiko melawan kebengisan orang-orang Quraisy. Rasul juga menyeru para pemuka kabilah-kabilah Arab.  Beliau antara lain berkata kepada mereka (yang artinya), “Bani Fulan, aku adalah utusan Allah bagi kalian. Aku menyeru kalian untuk   beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya, meninggalkan apa yang kalian sembah, beriman kepadaku dan percaya kepadaku, dan janganlah kalian mencegah aku sampai aku menjelaskan apa yang telah disampaikan Allah kepadaku.”1

Akan tetapi, paman  beliau, Abu Lahab, berdiri di belakang beliau membantah dan mendustakan perkataan beliau. Saat itu, tidak satupun kabilah menerima beliau.
Dalam Sîrah Ibn Hisyâm diriwayatkan bahwa secara pribadi, Rasulullah saw., sebagaimana dituturkan oleh Zuhri, pernah mendatangi Bani Kindah, tetapi mereka menolak.  Beliau mendatangi Bani Kalban, tetapi mereka menolak. Beliau juga mendatangi  Bani Hanifah sekaligus meminta kepada mereka pertolongan (nushrah) dan kekuatan. Akan tetapi, tidak ada orang Arab yang lebih keji penolakannya terhadap beliau kecuali Bani Hanifah. Beliau juga mendatangi Bani ‘Amir bin Sha’sha’ah, mendoakan mereka kepada Allah, dan meminta kepada mereka secara pribadi.  Kemudian berkatalah seorang laki-laki dari mereka yang bernama Baiharah bin Firas, “Demi Allah, seandainya aku mengabulkan pemuda Quraisy ini, sungguh orang Arab akan murka.”
Kemudian ia berkata, “Apa pendapatmu, jika kami membaiatmu atas urusanmu, kemudian Allah memenangkanmu atas orang yang menyelisihimu, apakah kami akan diberi kekuasaan setelahmu?”
Rasulullah saw. menjawab, “Urusan itu hanyalah milik Allah yang akan Dia berikan kepada  siapa yang dikehendaki.”
Bahirah berkata, “Apakah kami hendak menyerahkan leher-leher kami kepada orang Arab, sedangkan engkau tidak? Sebaliknya,  jika Allah memenangkan kamu, urusan bukan untuk kami?  Kami tidak membutuhkan urusanmu.”

Nama-nama kabilah yang pernah didatangi Rasulullah saw. dan menolak beliau:

(1) Bani ‘Amir bin Sha’sha’ah; (2) Bani Muharib bin Khashfah;  (3) Bani Fazarah; (4) Ghassan; (5) Bani Marah; (6) Bani Hanifah; (7) Bani Sulaym; (8) Bani ‘Abbas; (9) Bani Nadhar; (10) Bani Baka’; (11) Bani Kindah; (12) Kalab; (13) Bani Harits bin Ka’ab; (14) Bani ‘Adzrah; (15) Bani Hadharamah.2

Selain aktif mendakwahi kabilah-kabilah di Makkah, Rasulullah saw. juga mendakwahi kabilah-kabilah di luar Makkah yang datang setiap tahun ke Makkah, baik untuk berdagang maupun untuk mengunjungi Ka’bah; juga mendakwahi mereka di jalan-jalan, Pasar ‘Ukadz, dan Mina.  Di antara orang-orang yang diseru Rasul tersebut ada sekelompok orang Anshor.  Mereka kemudian menyatakan beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.
Semua yang dilakukan oleh Rasulullah di atas menunjukkan, bahwa dakwah Islam harus disampaikan kepada siapa saja. Rasulullah juga meminta pertolongan (thalab an-nushrah)— baik untuk kepentingan meminta perlindungan (himâyah)  ataupun demi meraih kekuasaan—kepada orang kafir; meskipun Rasulullah jelas-jelas menyerang kekafiran mereka. Hal  inilah yang menjadi alasan mengapa Hizbut Tahrir datang ke Parlemen dan mengajak mereka untuk menerapkan syariat Islam.

Perjuangan Ekstraparlemen


Pertanyaan selanjutnya, apakah  perjuangan Islam di luar parlemen bisa berhasil dan bagaimana caranya? Jawabannya, apa yang dilakukan oleh Rasulullaah adalah contoh yang  paling gamblang tentang perjuangan ekstraparlemen. Perjuangan yang dilakukan oleh Rasulullah jelas-jelas tanpa melalui parlemen yang memang pada waktu itu tidak ada. Ini membuktikan bahwa perjuangan bisa berhasil meskipun tanpa parlemen. Kalaulah parlemen diartikan sebagai sebuah sistem kufur, Rasulullah juga tidak pernah terlibat di dalamnya meskipun tujuannya untuk menegakkan Islam. Padahal, seandainya mau,  pada waktu itu Rasulullah ditawari kekuasaan oleh kafir Qurays. Rasulullah justru menolaknya dan tidak mau berkompromi dengan sistem kufur yang ada.

Di samping itu, hampir seluruh perubahan masyarakat di dunia yang bersifat menyeluruh dan mendasar (yang sering disebut dengan revolusi) selalu dilakukan tanpa melibatkan parlemen. Sejarah merupakan saksi bagi banyak perubahan masyarakat di dunia ini. Negara-negara Eropa berubah dari negara teokrasi ke negara-bangsa yang sekular tanpa melalui perjuangan di parlemen. Rusia berubah dari  sistem feodal ke sistem komunis, lalu berubah lagi menuju sistem kapitalis juga tanpa melibatkan parlemen. Demikian juga perubahan di Turki dari sebuah negara Islam (Khilafah Islam) menjadi negara republik-sekular.

Ada beberapa hal yang sama dari beberapa perubahan tersebut. Di antaranya, bahwa perubahan di atas bersifat revolusioner, dalam arti, terjadi perombakan yang mendasar dan menyeluruh dari masyarakat tersebut yang tercermin dari perubahan dasar ideologi negara dan bentuk negara.
Perubahan Rusia dari kekaisaran menjadi negara komunis tidaklah berkaitan dengan parlemen, namun diawali oleh adanya ide komunisme yang dianut oleh sekelompok orang  (group of people) yang mengambil-alih negara dan mengubah masyarakatnya (secara paksa) agar sejalan dan mengikuti ide tersebut. Ketika melalui Revolusi Bolsheviks kelompok tersebut berhasil mengambil-alih kekuasaan di Rusia, mereka bukanlah mayoritas dan tidak pula mencerminkan pandangan  mayoritas (majority view). Demikian pula perubahan Rusia dari komunis ke kapitalis; bukan berasal dari bawah (bottom up), tetapi lebih bersifat dari atas (top down)  melalui digulirkannya perestroika dan glasnot.

Hal yang sama dialmi Eropa. Eropa tidak berubah dari masa kegelapan (the dark age) ke masa pencerahan melalui parlemen. Perubahan diawali dari munculnya  sekelompok orang pemikir dan filosof yang tercerahkan. Mereka melakukan pertarungan pemikiran sekaligus mengkritik para bangsawan dan pendeta. Mereka juga secara intens menyadarkan masyarakat tentang  kerusakan sistem teokrasi. Akhirnya, pengaruh mereka  berhasil mengantarkan mereka pada kekuasaan. Pertarungan pemikiran dan pengaruh tersebut terjadi terus-menerus sampai kemudian terjadi ‘gerakan massa’ sebagaimana yang terjadi pada Revolusi Prancis.

Daulah Khilafah (Turki) berubah menjadi negara sekular juga bukanlah karena kelompok Turki Muda (Young Turk) yang berjuang lewat parlemen. Turki Muda di bawah pimpinan at-Taturk menguasai Turki setelah didukung oleh kekuatan imperialis Inggris. Dengan cara itu, mereka kemudian merombak bentuk negara dan hukum yang berlaku. Masyarakat kemudian dipaksa untuk menerimanya.
Demikian juga perubahan masyarakat yang terjadi di jazirah Arabia yang dipimpin oleh Rasulullah saw. Nabi Muhammad saw., di bawah perintah wahyu, mengubah masyarakat kesukuan (tribal society) menjadi masyarakat Islam, yang selanjutnya menjadi sebuah kekuatan global dunia yang dahsyat.

Memahami Fakta Masyarakat


Pertanyaan berikutnya, jika tidak lewat parlemen, apa yang sesungguhnya  menyebabkan terjadinya perubahan masyarakat yang bersifat mendasar dan menyeluruh (revolusi)?
Untuk menjawab pertanyaan di tas, terlebih dulu harus dipahami bagaimana fakta masyarakat sesungguhnya. Dengan begitu, baru kita dapat mengetahui apa sesungguhnya yang menjadi syarat-syarat perubahan masyarakat dan bagaimana cara merealisasikannya.

Masyarakat bukanlah semata-mata kumpulan individu-individu sehingga jika  masing-masing individu tersebut baik otomatis masyarakat akan berubah menjadi baik. Sekelompok individu yang berkumpul tidaklah lantas membentuk masyarakat. Lima puluh ribu orang yang berada di stadion sepakbola tidaklah membentuk masyarakat (society). Mereka baru bisa disebut sebagai kerumunan atau dalam bahasa sosiologi disebut crowd (kerumunan). Sebaliknya, lima puluh ribu orang yang tinggal di sebuah kota bisa disebut sebagai masyarakat. Mereka melakukan interaksi bersama serta hubungan (relationship) yang didasarkan pada   pemikiran dan perasaan yang sama. Yang membentuk hubungan di antara mereka  adalah faktor kemaslahatan sehingga masing-masing pihak berusaha untuk meraihnya.
Interaksi ini kemudian diatur oleh sebuah otoritas yang berwenang (berupa aturan-aturan yang diterapkan oleh negara)  yang juga didasarkan pada pemikiran yang sama. Dengan demikian, masyakat merupakan sekompok orang yang diikat bersama-sama oleh pemikiran dan perasaan yang sama  (common thought and sentiments)  sekaligus  diatur oleh seperangkat aturan yang sama oleh lembaga yang berwenang (yakni negara).

Karena bukanlah semata-mata kumpulan individu, tentunya masyarakat tidak bisa diubah hanya dengan mengubah individu-individu tersebut; harus ada perubahan terhadap pemikiran, perasaan, berikut aturan-aturan bersama yang berlaku di tengah-tengah mereka. Jika pemikiran dan perasaan serta peraturan yang mengikat masyarakat itu berubah, pasti akan berubah pula masyarakat.

Lalu, bagaimana cara mengubah pemikiran, perasaan, dan aturan bersama yang berlaku dalam sebuah masyarakat? Jawabanya adalah dengan menghancurkan seluruh bentuk pemikiran, perasaan, dan aturan (sistem) yang mengatur interaksi masyarakat dengan cara menjelaskan kebobrokannya sembari menghadirkan pemikiran dan aturan yang baru (dalam hal ini Islam)  ke tengah-tengah mereka.
Namun demikian, itu saja tidak cukup. Ada perkara penting yang lain, yakni menghancurkan pula hubungan atau interaksi yang terjadi di antara masyarakat dan penguasa. Sebab, semua bentuk interaksi tersebut terbentuk melalui kekuasaan para penguasa yang menguasai masyrakat. Di tangan penguasalah terdapat wewenang untuk mengatur dan mengontrol seluruh bentuk interaksi yang ada. Jika interaksi antara masyarakat dan pengusa tidak dihancurkan,  masyarakat banyak pasti tidak akan menyadari kebobrokannya serta keharusan mengubahnya.

Dengan demikian, perkara terpenting yang harus dilakukan oleh partai politik untuk mengubah masyarakat adalah mengubah pemikiran, perasaan, dan aturan-aturan yang mengatur mereka. Caranya adalah dengan menyerang segala bentuk interaksi masyarakat dan juga interaksi antara masyarakat dan penguasa. Terjadinya perubahan pemikiran, perasaan, dan tuntutan atas perubahan aturan masyarakat dengan sendirinya akan menghasilkan perubahan masyarakat secara mendasar.
Dengan demikian, keberadaan parlemen tidaklah dibutuhkan bagi  perubahan masyarakat yang mendasar.  Pada faktanya, parlemen justru hadir untuk mempertahankan sistem pemerintahan demokrasi (status quo) yang ada.

Perubahan yang Dilakukan Rasulullah saw.


Dengan mencermati realitas perjuangan dakwah  Rasulullah saw., kita akan menemukan bahwa metode dakwah yang beliau lakukan sesuai dengan fakta masyarakat di atas. Rasulullah saw. mulai dengan mengumpulkan orang di sekitarnya selama tiga tahun. Beliau menanamkan  Islam kepada mereka di al-Arqam secara mendalam. Setelah masa tiga tahun tersebut, Allah Swt. memerintahkan Rasulullah untuk terjun langsung ke masyarakat dan segera memasuki tahap interaksi langsung secara terbuka di tengah-tengah mereka. (Lihat: QS al-Hijr [15]: 94).

Sejak perintah ini turun, Rasulullah saw. mulai  menyerang ide-ide rusak—seperti mengubur bayi wanita karena malu, kecurangan dalam perdagangan, mengambil riba, membabi buta mengikuti keyakinan  nenek moyang dan banyak lagi—yang berkembang di tengah masyarakat pada waktu itu Penting untuk diperhatikan, bahwa saat itu Rasulullah tidak melakukan aksi fisik atau kekerasan bersenjata. perjuangan dakwah yang dilakukan oleh Rasulullah saw. semata-mata bersifat pemikiran dan politik, yakni dengan menyerang sekaligus mengubah ide-ide mapan yang selama ini diyakini dan dipegang teguh oleh masyarakat. Meski tidak menggunakan kekerasan fisik/bersenjata, apa yang dilakukan Rasulullah itu telah cukup memunculkan perlawanan masyarakat terhadap tindakan beliau, terutama dari para  pemimpin-pemimpin masayrakat pada waktu itu.

Bagan transformasi masyarakat yang dilakukan Rasulullah saw

Tahapan Metode Aksi Target Tantangan
Pembinaan dan Pengkaderan § Melakukan rekrutmen secara individual dan mengumpulkan mereka dalam kelompok terorganisir.

§ Melakukan pembinaan intensif terhadap sahabat-sahabat sebagai keder awal.

§ Membentuk kelompok yang terorganisir (hizb-as- siyasi) yang siap mengemban dakwah yang politis dan ideologis.

§ Membentuk kader yang memilik pola pikir dan pola tindak Islam.

§ Proses kaderisasi yang masih awal dan bergerak agak lambat.
Interaksi dan Perjuangan Politik § Menyampaikan dakwah secara terbuka dalam rangka pembinaan umat.

§ Menyerang ide-ide (keyakinan, teradisi, hukum-hukum) yang rusak di tengah masyarakat Makkah.

§ Membongkar kepalsuan para penguasa Makkah.

§ Mendatangi elit-elit politik yang berpangaruh di masyarakat.

§ Membentuk kesadaran umum dan opini umum di tengah masyarakat tentang Islam dan kerusakan sistem jahiliyah.

§ Penerimaan masyarakat terhadap ide-ide Islam dan penolakan mereka terhadap ide-ide jahiliyah.

§ Gerakan massal berupa dukungan dan tuntutan penerapan Islam.

§ Mengambil alih kekuasaan dari penguasa status quo (jahiliyah).

§ Perlawanan dan penindasan dari dari penguasa-penguasa Makkah: penganiyaan, propaganda di dalam dan di luar Mekkah, pemboikotan total.

§ Masyarakat Mekkah yang masih belum bisa menerima ide-ide perubahan Rosulullah dan masih mendukung rezim penguasa jahiliyah.

Penerimaan Kekuasaan dan Penerapan hukum oleh Negara § Rosulullah mendirikan negara Islam dan membangun masyarakat Islam.

§ Menerapkan hukum-hukum Islam secara kaffah.

§ Menyebarkan dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia.

§ Konsolidasi dan pengembangan daulah hingga menjadi adidaya.

§ Berdirinya Daulah Islam yang didasarkan pada aqidah Islam dan menerapkan hukum-hukum Islam yang kuat. § Daulah yang masih awal sehingga mendapat ganggunan stabilitas baik dari dalam ataupun dari luar.

§ Koalisi musuh-musuh daulah baik dalam opini maupun perang fisik.

Pada masa 12 tahun kenabiannya, Rasulullah saw. kemudian mengirim Mush’ab bin Umair ke Madinah. Dia melakukan perubahan ide-ide umum yang berkembang di Madinah menuju ide-ide Islam. Berbeda dengan Makkah, masyakat Madinah tidak anti Islam. Mereka kemudian segera menerima Islam. Namun demikian, masyarakat Madinah bukanlah masyarakat yang sempurna; tidak semua  dari mereka memeluk Islam. Di sana juga terdapat ‘Abdullah bin Ubay yang sangat anti Islam; juga orang-orang Yahudi. Akan tetapi, Islam bisa diterima sebagai pemikiran  dan perasaan umum di tengah masyarakat Madinah. Rasulullah kemudian hijrah ke Madinah menjadi kepala negara di sana dengan menerapkan hukum-hukum Islam. Penerimaan masyarakat terhadap Rasulullah sebagai kepala negara terjadi setelah sebelumnya mereka, khususnya tokoh-tokoh masyarakat (elit-elit politik) dari suku ‘Aus dan Khazraj menerima Rasulullah dan menyerahkan kekuasaan kepada Rasulullah. Jadi, dengan mengubah pemikiran umum dan mengambil kekuasaan, Rasulullah berhasil mengubah masyarakat Madinah dengan akidah  dan nilai-nilai Islam. Dalam perkembangannya kemudian, jutaan  orang kemudian masuk Islam  dan tunduk kepada sistem Islam. [fw]

Catatan kaki:
1      Sirah Ibn Hisyam, lihat pada catatan kurung, Ahmad Mahmud, ad-Da’wah ilâ al-Islâm, ed. I, 1995, Dar al-Ummah, hlm. 91.
2       Nama-nama kabilah ini merujuk pada Thabaqât Ibn Hisyam.

Sumber : Majalah Al-Waie edisi 26 ( kritik )

Share Postingan ini Ke Facebook

2 Tanggapan

  1. Akhi, partai islam saat ini apakah benar-benar menjalankan syari’at islam atau mengatas namakan islam agar dipilih ? Kalau memang benar2 menjalankan islam secara konsekuen tentunya tercermin dari prilaku partai tsb. Kita ambil contoh PKS yg terkesan paling bagus dari partai islam lain. Saat kampanye di GOR bung karno tempo hari ternyata juga disemarakkan dg band dan musik dangdut. Para ustadz pimpinan teras partai terlihat ceria sekali dan ikut pula bergoyang, apakah begini yg namanya konsekuen thd syari’at islam ? Sy memang orang awam tapi seawamnya orang pasti akan tahu bahwa band dan musik atau goyang dangdut bertentangan dg syariat islam.

  2. bagaimana menyelamatkan saudara yang terkena aliran sesat ?

Tinggalkan komentar